Prinsip Penanganan

 

Dukungan Psikologis Awal bagi Korban Kekerasan Seksual (Psychological First Aid)

Dukungan psikologis/Psychological First Aid (PFA) awal adalah serangkaian keterampilan yang bertujuan untuk mengurangi distress dan mencegah munculnya perilaku tampilan kondisi kesehatan mental negatif yang disebabkan oleh bencana atau situasi kritis yang dihadapi individu.

Dalam kasus kekerasan seksual, PFA diberikan untuk:

  1. Mengurangi ketidaknyamanan yang disebabkan karena reaksi emosi dan pikiran setelah mengalami kekerasan seksual.
  2. Mengurangi dampak negatif dari pengalaman traumatis.
  3. Menyediakan dukungan emosional bagi korban.
  4. Membantu korban untuk mengakses informasi terkait layanan dan dukungan yang dia butuhkan.
  5. Membantu memenuhi kebutuhan dasar yang mendesak setelah korban mengalami kekerasan, seperti: minuman, makanan, pengobatan luka fisik, dan rumah aman.

PFA dapat dilakukan oleh keluarga, teman, relawan, atau Satuan Tugas PPKS kepada korban kekerasan seksual. PFA dilakukan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi korban untuk mempersiapkan proses pendampingan dan penanganan lebih lanjut. Ada enam strategi yang dapat dilakukan oleh pendamping dalam PFA:

Safeguard

Melindungi dan mengamankan korban dari bahaya, resiko, dan menawarkan upaya perlindungan. Fokus strategi ini adalah membangun keamanan dan keselamatan korban, seperti contoh berikut:

  1. Perkenalkan diri serta peran (jika Anda anggota Satuan Tugas PPKS) kepada korban. 
  2. Segera bawa korban ke tempat aman dan jauhkan dari bahaya yang mengancam.
  3. Jauhkan korban dari hal yang menyebabkan trauma.
  4. Lindungi korban dari perilaku menyakiti diri sendiri.
  5. Sediakan tempat aman bagi korban.
  6. Tidak meninggalkan korban sendirian. Apabila terpaksa meninggalkan korban, berikan alasan dan minta bantuan orang lain yang dapat dipercaya untuk menjaga korban.

Sustain

Memberikan kebutuhan mendesak korban pasca mengalami kekerasan seksual, seperti menawarkan minum, perawatan luka, dan tempat aman untuk bercerita.

Comfort

Mengurangi perasaan tidak nyaman korban dengan membangun komunikasi yang empatik dan tidak menyalahkan.

Connect

Menghubungkan korban dengan lingkungan sosial terdekat dan bermakna serta lembaga layanan yang bisa memberikan bantuan. Jika kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus, kita dapat menghubungkan korban pada Satuan Tugas PPKS.

Advise

Memberikan informasi pada korban mengenai apa yang terjadi dan memvalidasi reaksi korban dengan menyatakan bahwa reaksi yang mereka lakukan adalah hal yang wajar dan mengajarkan cara mengatasi atau mengurangi trauma pasca peristiwa. 

Activate 

Mendorong korban untuk berpartisipasi dalam proses pemulihan pasca trauma dengan memberikan informasi apa saja yang dapat dilakukan oleh korban untuk mendapatkan penanganan dan pemulihan.

Hal yang dapat dilakukan mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan perguruan tinggi jika terjadi kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi

Mahasiswa

Jika terdapat kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, mahasiswa dapat melakukan hal-hal berikut:

  1. Jika terdapat korban yang bercerita tentang pengalaman kekerasan seksual yang dia alami, dengarkan dan jagalah kerahasiaan identitas dan informasi korban. 
  2. Cari tahu mekanisme penanganan kekerasan seksual melalui Satuan Tugas PPKS di perguruan tinggi.
  3. Dampingi atau temani korban saat hendak melakukan laporan melalui saluran pelaporan yang disediakan oleh perguruan tinggi.
  4. Hormati setiap langkah dan keputusan korban untuk menyelesaikan kasusnya.
  5. Ikut memantau penanganan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Satuan Tugas PPKS.

Dosen dan Tenaga Kependidikan

Jika terdapat kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, dosen dan tenaga kependidikan perlu:

  1. Menjaga kerahasiaan identitas korban dan informasi terkait kasus kekerasan seksual. 
  2. Menawarkan bantuan dan pendampingan yang disediakan oleh kampus kepada korban melalui mekanisme penanganan kekerasan seksual yang ditetapkan oleh Satuan Tugas PPKS.
  3. Memberikan hak korban mengambil cuti untuk proses pemulihan.
  4. Mencegah pelaku bertemu dengan korban. 
  5. Menghormati setiap langkah dan keputusan yang diambil oleh korban dalam penyelesaian kasusnya.

Perguruan Tinggi

Sebagai penyelenggara pendidikan, pengelola perguruan tinggi harus mengikuti prinsip-prinsip dasar penanganan kekerasan seksual, antara lain:

Kepentingan terbaik korban 

Kepentingan terbaik bagi korban berorientasi pada pemulihan korban. Dalam hal ini, persetujuan korban dalam setiap tahapan, melindungi dan memberdayakan, serta menjaga kerahasiaan identitas dan keselamatan korban harus diterapkan. Dengan kata lain, korban berhak menentukan tahap yang ingin dijalani setelah ia mengetahui ketersediaan tahapan penanganan dan risiko yang menyertainya.

Keadilan dan kesetaraan gender

  • Penanganan laporan kekerasan seksual yang empatik dan sensitif terhadap kemungkinan adanya persoalan ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender.
  • Menyediakan mekanisme pemulihan bagi mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus yang menjadi korban kekerasan seksual.
  • Sanksi yang tegas dikenakan bagi pelaku kekerasan seksual secara adil dan proporsional, yang dihitung bukan berdasarkan peluang pelaku bertobat, melainkan berdasarkan penderitaan atau kerugian yang dialami korban dan lingkungan kampus akibat perbuatan pelaku.

Kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi disabilitas 

  • Menyediakan pedoman penanganan laporan kekerasan seksual yang dapat diakses oleh mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan warga kampus dengan disabilitas.
  • Menyediakan mekanisme koordinasi antara satuan tugas PPKS dengan unit yang berfungsi memberikan layanan kepada penyandang disabilitas di perguruan tinggi, dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pencegahan dan proses penanganan kekerasan seksual. 

Akuntabilitas 

  • Komunikasi dan koordinasi langkah-langkah atau proses penanganan kekerasan seksual yang akan diambil satuan tugas PPKS kepada korban.
  • Penyampaian laporan tentang  data serta status penanganan kekerasan seksual yang sudah dijalankan satuan tugas PPKS dan pemimpin perguruan tinggi secara rutin kepada kementerian dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas korban dan saksi.
  • Penyampaian laporan hasil pemantauan dan evaluasi pemimpin perguruan tinggi terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi kepada kementerian setiap akhir semester.

Independen

  • Membangun sistem penanganan yang bebas dari pengaruh atau tekanan apa pun.
  • Bertindak profesional atau tidak terpengaruh oleh konflik kepentingan, penilaian subjektif, perilaku favoritisme, dan gratifikasi dalam penanganan setiap laporan kekerasan seksual.
  • Memberi perlindungan bagi korban, saksi, dan pendamping korban dari berbagai bentuk intimidasi seperti ancaman fisik dan/atau psikologis; pengurangan nilai akademik atau penurunan jabatan; pemberhentian status sebagai mahasiswa, pendidik, atau tenaga kependidikan; pelaporan; dan tuntutan pidana atau gugatan perdata.

Kehati-hatian

  • Menerima laporan kekerasan seksual dengan menjaga kerahasiaan identitas pihak-pihak yang terkait langsung dengan laporan, kecuali yang sudah terbukti melakukan kekerasan seksual.
  • Memprioritaskan keamanan data dan keselamatan korban, saksi, dan/atau pelapor dalam penanganan kasus.
  • Memberikan informasi kepada korban dan saksi mengenai hak-haknya, mekanisme penanganan laporannya dan pemulihannya, dan kemungkinan risiko yang akan dihadapi, serta rencana mitigasi atas risiko tersebut.

Konsisten 

  • Menguatkan satuan tugas PPKS untuk melaksanakan penanganan sesuai dengan prosedur, sejak tahap penerimaan laporan hingga pemulihan korban dan tindakan pencegahan keberulangan.
  • Menjalankan survei kekerasan seksual bagi mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus.
  • Memastikan korban kekerasan seksual di perguruan tinggi dapat kembali memaksimalkan potensi dirinya dalam menempuh pendidikan atau menjalankan pekerjaannya dengan aman.

Jaminan ketidakberulangan 

  • Memberikan sanksi yang adil dan proporsional kepada setiap pelaku kekerasan seksual yang dapat memberikan efek jera bagi semua sivitas akademika dan warga kampus lainnya.
  • Memberikan sanksi tegas tanpa memandang status dan kedudukan pelaku.