Membantu Korban

 

Mari bergerak bersama. Cari tahu cara untuk membantu korban kekerasan seksual.

1. Prinsip Membantu Korban

Prinsip membantu korban: persetujuan korban berdasarkan informasi yang ia terima atau informed consent.

Berbeda dengan penanganan kasus (khususnya pidana) lainnya yang biasanya berorientasi pada menghukum pelaku, penanganan kasus kekerasan seksual sepatutnya berorientasi pada korban sebagai pihak yang paling terdampak atas kekerasan yang terjadi. Oleh karena itu, prioritas penanganan kasus kekerasan seksual adalah pemulihan bagi korban yang sesuai dengan kebutuhan, keamanan, dan kenyamanannya. Itulah mengapa, ada juga banyak kasus kekerasan seksual, yang tidak berakhir dengan melaporkan pelaku ke pihak berwajib, tetapi berfokus pada pemulihan kondisi korban. Kalaupun ada proses yang menghukum pelaku, dipastikan terjadi dalam kerangka upaya memprioritaskan pemulihan korban.

Persetujuan berdasarkan informasi, adalah jaminan untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual berorientasi pada korban. Serupa dengan definisi persetujuan berdasarkan informasi dalam konteks mengakses layanan kesehatan, definisinya dalam pemrosesan kasus kekerasan seksual juga dijelaskan sebagai persetujuan yang diberikan oleh korban atas langkah yang akan diambil, setelah korban mendapatkan dan memahami informasi mengenai risiko, konsekuensi atau kemungkinan yang mungkin muncul atas tindakan yang diambil.

2. Pilihan cara mengintervensi kekerasan seksual: 5D

Terdapat 5 strategi yang dapat dilakukan untuk merespons tindakan kekerasan seksual yang dikenal sebagai “BANTU” (Sumber: DEMAND, @dijalanaman, 2022)

B: Berani Tegur Pelaku

A: Alihkan Perhatian

N: (me)Ngajak orang lain untuk membantu

T: Tunggu Situasi Reda

U: Upayakan merekam kejadian

Berani tegur pelaku.

Jika kita merasa percaya diri dan merasa bahwa lingkungan sekitar terasa aman untuk melakukan tindakan, intervensi langsung adalah cara paling cepat untuk merespons tindak kekerasan seksual. Intervensi ini mencakup menawarkan bantuan untuk orang yang tampak tidak nyaman dan berisiko mengalami kekerasan, atau menyela pelaku yang menciptakan situasi tersebut. 

Contoh dari pendekatan ini termasuk bertanya “Eh, kamu gak apa-apa?” Selain itu, kita juga dapat memilih untuk mengganggu orang yang perilakunya membuat orang lain tidak nyaman dengan bertanya, “Apa yang sedang terjadi?” atau “Apakah saya bisa berbicara sebentar dengan Anda?” Tindakan ini akan memberitahu mereka bahwa kita telah memperhatikan situasi dan bersedia untuk campur tangan.

Alihkan perhatian

Mengalihkan perhatian merupakan pilihan yang baik pada beberapa situasi berikut ini

  1. Kita berada di lingkungan yang tidak dikenal
  2. Kita tidak mengenal orang-orang yang terlibat dalam situasi tersebut dengan baik
  3. Jika orang yang melakukan kekerasan memiliki kewenangan yang lebih, atau 
  4. Kita kurang nyaman untuk melakukan tindakan langsung.

Tujuan dari strategi ini adalah untuk membantu orang yang menjadi sasaran untuk meninggalkan situasi atau mengalihkan perhatian orang yang menciptakan masalah.

Contohnya seperti mengatakan “saya tidak dapat menemukan ponsel saya, dapatkah Anda membantu saya?”, “Permisi, apakah kamu tahu di mana Gedung Perpustakaan?”, “Halo, ini jam berapa ya?” Pendekatan ini dapat mengalihkan gangguan yang terjadi dan memungkinkan orang yang mengalami kekerasan untuk pergi.

(me)Ngajak orang lain untuk membantu

Jika posisi atau status kita lebih lemah dibandingkan dengan pelaku sehingga kita merasa tidak dapat melakukan intervensi secara langsung, kita dapat meminta bantuan dari orang lain. Mendelegasikan tanggung jawab dapat dilakukan dengan memberitahu seseorang yang memiliki otoritas lebih tinggi seperti pimpinan kampus, dosen senior, staf, supervisor, dan otoritas lainnya. Namun, jika orang yang menciptakan masalah adalah bagian dari otoritas kampus, cobalah berbicara dengan pihak kampus agar dapat membantu mengidentifikasi pilihan yang bisa diambil.

Pendelegasian dapat dilakukan dengan mengatakan “Bu, tadi saya melihat di halte depan kampus ada eksibisionis, bisakah pelaku diamankan oleh pihak keamanan kampus?” Strategi ini memungkinkan pengambilan tindakan tanpa terlibat langsung.

Tunggu situasi reda

Penundaan tepat untuk dilakukan jika kita khawatir dengan suatu situasi tetapi tidak dapat mengambil tindakan untuk membantu pada saat peristiwa tersebut terjadi. Dalam keadaan seperti ini, kita masih memiliki peran penting dalam berkontribusi untuk memberikan dukungan.

Tujuan dari strategi ini adalah untuk memeriksa keadaan, memberi dukungan emosional, serta menawarkan sumber dukungan lain kepada orang yang mengalami kekerasan untuk mengurangi dampak negatif dari insiden tersebut. Contohnya seperti ucapan “Kemarin aku mendengar yang ia katakan padamu. Kamu tidak apa-apa?” Contoh tersebut sekaligus memberitahu korban kekerasan bahwa kita mengetahui peristiwa yang terjadi.

Upayakan merekam kejadian

Merekam suatu peristiwa kekerasan saat terjadi pada seseorang adalah salah satu cara untuk membantu korban. Namun, ada beberapa hal yang perlu diingat untuk mendokumentasikan pelecehan dengan aman dan bertanggung jawab. Saat mendokumentasikan, pastikan kita melakukannya dengan aman dan tidak mencelakakan diri sendiri maupun orang lain. Jika kita sudah memiliki dokumentasinya, tanyakan kepada korban apa yang ingin mereka lakukan dengan dokumentasi itu. Jangan menyebarkan tanpa persetujuan korban karena tindakan itu justru dapat menambah kerentanan korban dan kita dapat dilaporkan balik oleh pelaku dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU ITE mengatur konsekuensi hukum dari pengiriman data elektronik atau teknologi informasi.

3.Prinsip Tidak Menyalahkan Korban

Kita perlu memastikan bahwa segala langkah yang kita lakukan dalam membantu korban sepenuhnya adalah untuk mendukungnya. Jangan sampai kita malah memaksakan saran yang menurut kita baik. Ingat, paksaan adalah indikator kekerasan. Oleh karena itu, saat kita memaksakan saran yang menurut kita baik pada korban, sebetulnya kita justru melakukan kekerasan dalam bentuk lain pada korban.

Prinsip lain yang perlu kita pegang dalam mendukung korban adalah walaupun kita belum bisa memberikan solusi, setidaknya kita tidak menambah masalah baru. Untuk itu, kita perlu memastikan bahwa respons yang kita berikan tidak bersifat victim blaming atau menyalahkan korban. Cukup dengarkan tanpa menghakimi dan kembalikan lagi semua keputusan pada korban. Kita hanya bisa membantu memberikan saran dan pertimbangan, tetapi kita sama sekali tidak berhak mengambilkan keputusan bagi korban. Korbanlah yang paling paham solusi terbaik atas situasi yang dialaminya.